Artemis, individu orangutan betina berusia enam tahun, anak dari pasangan orangutan Bablu dan Oli, yang lahir pada 1 April 2019 di Pusat Karantina Orangutan Sintang. Sejak kelahirannya, Artemis mendapat perhatian khusus dari tim medis dan perilaku Sintang Orangutan Center (SOC). Bablu, sang induk, merupakan orangutan hasil penyelamatan (rescue) yang telah lama dipelihara manusia. Karena itu, tim SOC merasa perlu memastikan bahwa Bablu mampu merawat Artemis dengan baik. Namun, Bablu menunjukkan naluri keibuan yang luar biasa, memberikan perawatan dan kasih sayang terbaik untuk Artemis.
YAD Mengadopsi Artemis, Menyelamatkan Orangutan
Pada tanggal 15 Juni 2020, Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) mengadopsi Artemis. Nama Artemis diberikan langsung oleh anak kedua Ketua YAD, Hashim Djojohadikusumo, yakni Rahayu Saraswati Djojohadikusumo. Artemis sendiri merupakan nama dewi perburuan, alam dan satwa liar dalam mitologi Yunani. Harapannya, dengan dipilihnya nama tersebut, Artemis kelak dapat hidup selayaknya satwa liar, di habitat aslinya.
Selama beberapa tahun pertama hidupnya, Artemis tumbuh dengan pengawasan ketat tim SOC sambil tetap bersama induknya, Bablu. Ketika tiba waktunya untuk berpisah dengan Bablu, Artemis dipindahkan ke kelompok bayi yang terdiri dari Joss, Bondan, dan Gieke. Meskipun dipisahkan, Artemis tetap ditempatkan di kandang yang berdekatan dengan Bablu, sehingga mereka masih bisa berinteraksi.
Si Manja yang Iseng
Selama berada di kandang sosialisasi, Artemis terlihat semakin menunjukkan karakter uniknya.
Perilakunya sering kali mencerminkan rasa penasaran dan ketertarikan pada manusia. Saat perawat satwa berada di dekat kandangnya untuk mengamati, Artemis terlihat mendekat dengan gaya tengilnya—memukul-mukul jeruji kandang dengan tangannya, seolah meminta perhatian. Ketika didekati, dia tiba-tiba mundur dengan cepat dan menjauh, namun sesaat kemudian kembali lagi.
Ada momen menarik ketika Artemis menyodorkan kepalanya ke arah perawatnya. Saat dielus, dia tidak menunjukkan perlawanan, malah tampak menikmatinya, memberikan kilasan sifat manja yang jarang terlihat

Di waktu senggang, Artemis menemukan cara untuk menghibur dirinya sendiri. Dia sering bermain dengan tali hammock yang ada di dalam kandangnya. Salah satu tali yang putus bahkan dimanfaatkannya untuk bergelantungan dengan penuh semangat. Selain itu, dia juga suka berkeliling di dalam kandang atau duduk diam memperhatikan aktivitas di luar, terutama pembangunan yang sedang berlangsung.
Saat waktu makan tiba, Artemis lebih memilih menjauh dari dua penghuni lainnya yaitu, Redi dan Gieke. Dia mencari sudut yang tenang untuk makan sendirian.
Namun, setelah makanannya habis dan dia melihat Gieke masih memiliki sisa makanan, Artemis dengan sigap mendekat dan mencoba merebutnya. Kejadian ini sering kali berujung pada tarik-menarik di antara keduanya, tetapi Artemis biasanya keluar sebagai "pemenang”, melarikan makanan Gieke untuk dinikmati.
Di luar waktu makan, Artemis terkadang bermain dengan Redi. Mereka sering terlibat dalam permainan kejar-kejaran atau bergulat ringan. Meskipun begitu, Artemis terlihat lebih sering menghindar dari Redi. Ada satu momen lucu ketika Artemis berlari menuju terowongan yang pintunya terbuka dan berlindung di sana. Redi, melihat Artemis di dalam terowongan, tampaknya memutuskan untuk tidak mengejarnya, membiarkan Artemis menikmati waktu sendiri.


Masuk “Sekolah Hutan” Jerora
Pada 27 April 2024, saat Artemis berusia 5 tahun, ia bersama kelompoknya dipindahkan ke Sekolah Hutan Jerora untuk menjalani tahap rehabilitasi berikutnya. Walaupun terpisah lebih jauh dari induknya, mereka masih bisa saling melihat dari kejauhan. Awalnya, Artemis menunjukkan rasa takut dan enggan menjauh dari area kandang induknya. Beberapa kali ia bahkan mencoba menerobos kawat listrik yang menjadi pembatas sekolah hutan untuk kembali ke kandang induknya.
Data observasi perilaku selama mengikuti program sekolah hutan menunjukkan bahwa Artemis telah menguasai sejumlah keterampilan penting untuk hidup di alam liar. Ia sudah mampu memanjat dengan berbagai tipe lokomosi, mengenali dan mencari lebih dari 25 jenis pakan alami, membangun sarang secara mandiri, serta menggunakan ruang hutan secara proporsional—lebih banyak berada di tajuk pohon dibandingkan di lantai hutan. Yang tak kalah penting, ia menunjukkan ketertarikan sosial terhadap sesama orangutan dan mengurangi interaksi dengan manusia, sebuah indikator penting dalam proses pelepasliaran.
Artemis bahkan pernah tercatat merenovasi sarang lama untuk digunakan kembali—sebuah tanda kemampuan adaptasi yang baik. Saat ini, Artemis berada dalam kelompok barunya bersama Gieke dan Redi. Dalam kelompok ini, Artemis terus menunjukkan kemajuan dalam perkembangan perilaku sosial dan eksplorasinya. Melihat kemajuan yang sangat mengesankan itu, baik dari pertumbuhan fisik, kesehatan maupun perkembangan perilakunya sebagai orangutan, diharapkan suatu hari kelak Artemis bisa dikembalikan lagi ke alam liar yang menjadi habitatnya dan bisa tumbuh berkembang sebagaimana layaknya orangutan yang hidup bebas di alam liar.
Mengamati Kesiapan Artemis untuk Hidup di Alam Liar
Saat ini, tim SOC masih mengamati satu aspek penting yang perlu diperkuat yaitu kesiapan Artemis untuk bertahan hidup secara mandiri di alam liar. Selain itu, secara psikologis, kemandiriannya dari induknya masih menjadi perhatian. Mengingat usianya yang relatif muda, keterikatan ini merupakan hal yang wajar—namun juga menunjukkan bahwa proses pematangan perilakunya masih terus berlangsung. Di usianya yang telah menginjak enam tahun, Artemis menunjukkan kematangan yang menjanjikan.
Setelah nanti seluruh indikator kesiapan Artemis untuk hidup di alam liar sudah terpenuhi dengan semestinya, maka langkah selanjutnya adalah evaluasi akhir dari segi medis serta persiapan teknis di lapangan untuk proses pelepasliaran dan monitoring pasca pelepasan.
Jika perkembangan perilakunya terus menunjukkan kemajuan, Artemis diperkirakan akan siap kembali ke alam liar sebelum tahun ini berakhir.

Author: drh. Vicktor Vernandes (Manajer Program Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang/Sintang Orangutan Center), Tito Suryawan
