Merdeka.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa perlindungan satwa langka dan meminta baik pemerintah maupun masyarakat bersikap tegas melindungi satwa langka untuk menghindari kepunahan dan menjaga keseimbangan ekosistem.
“Peristiwa ini bersifat monumental dan strategis. Di tengah perusakan global, antara lain perusakan ekosistem ini merupakan langkah perbaikan dan perlindungan,” kata Ketua Umum MUI Din Syamsuddin di Schmutzer Media Center Ragunan, Jakarta, Rabu (12/3).
Dalam fatwanya MUI menyebutkan setiap makhluk hidup memiliki hak untuk melangsungkan kehidupannya dan didayagunakan untuk kepentingan manusia.
Menurutnya, memperlakukan satwa langka dengan baik, dengan jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya merupakan wajib. Perlindungan dan pelestarian satwa langka antara lain dengan jalan menjamin kebutuhan dasarnya, seperti pangan, tempat tinggal, dan kebutuhan berkembang biak, tidak memberikan beban yang di luar batas kemampuannya.
Din menjelaskan, jenis satwa lain yang membahayakan satu sama lain agar tidak disatukan, menjaga keutuhan habitat, mencegah perburuan dan perdagangan ilegal, mencegah konflik dengan manusia, serta menjaga kesejahteraan hewan. Dalam fatwa MUI juga disebutkan bahwa satwa langka boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan sesuai dengan ketentuan syariat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemanfaatan satwa langka antara lain dengan jalan menjaga keseimbangan ekosistem, menggunakannya untuk kepentingan ekowisata, pendidikan dan penelitian, menggunakannya untuk menjaga keamanan lingkungan, serta membudidayakan untuk kepentingan kemaslahatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berharap agar manusia senantiasa menghargai pemberian Tuhan, termasuk satwa-satwa langka. “Ada beragam jenis satwa kita punya, tapi kita kurang menghargai pemberian Tuhan,” kata Menhut Zulkifli Hasan .
Dia juga menambahkan, pemerintah dan masyarakat mempunyai tugas untuk menjaga dan menyelamatkan satwa langka. Menurutnya ini merupakan pekerjaan yang tidak mudah untuk menjaga satwa langka.
“Ini menjadi tugas besar mengubah perilaku dan budaya kita untuk menjaga satwa langka,” ujarnya.
Menhut Zulkifli Hasan juga berkesempatan memberi nama anak gajah Sumatera di Ragunan.
“Perkawinan itu melahirkan anak laki-laki. Tadi sudah saya beri nama yaitu Pangeran. Pangeran itu artinya khas dari Lampung. Laki-laki yang baik, pemimpin jadi namanya Pangeran saja,” tutupnya. (Merdeka.com 12 Maret 2014)